Nggak perlu pinter, yang penting tua”, tulisan itu beredar di spanduk Demonstrasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta beberapa saat lalu. Para orang tua yang beraksi di depan kantor Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemndikbud) itu memprotes sistem PPDB DKI Jakarta yang seleksi penerimanannya berdasarkan usia. “Faktor usia tidak bisa dijadikan parameter untuk menilai seorang siswi-siswi kurang mampu secara ekonomi,” ujar salah seorang koordinator demonstrasi PPDB.

Sumber Foto : Jakarta Bisnis

Seperti kita tahu, Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB 2020 turut mengalami perubahan akibat pandemi virus corona atau covid-19 sekarang ini. Mengacu pada Permendikbud No. 44 tahun 2019 tentang PPDB pada TK, SD, SMA dan SMK, pendaftaran dilakukan melalui empat jalur, yakni perpindahan tugas orang tua, zonasi, afirmasi dan prestasi.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Nadhiana menyampaikan keterangan pers langsung kepada wartawan terkait Pendaftaran Peserta Didik Baru tahun 2020. “Zonasi sistemnya saya sudah sampaikan, jarak dan zonasi di Jakarta berdasarkan diatur dari rumah ke sekolah dengan menggunakan jarak antar kelurahan,” ungkap Nadhiana, seperti dikutip dari vivanews.com.

Namun, nyatanya hal ini membuat para siswa mengalami stres, bahkan sampai ada yang mencoba bunuh diri. Sebab mereka sudah mencoba daftar lewat jalur zonasi sesuai dengan domisili, tetapi tersingkirkan karena usianya lebih muda dari calon siswa yang lain.

Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengungkapkan hal tersebut dalam wawancara bersama kompas TV. “Terinformasi ke komnas anak ketika menerima pengumuman tidak lulus, karena perbedaan usia hanya beberapa bulan, anak stres berat. Ada empat anak sudah mencoba percobaan bunuh diri dengan mengurung diri dalam kamar dan tidak mau berkomunikasi,” ucapnya, seperti dikutip dari grid health.id.

Salah seorang wali murid sendiri, Ratu Yunita meminta agar PPDB 2020 ini dibatalkan. Menurutnya, jalur zonasi dengan penetapan usia sangat menghambat.

“Pertama kali jalur afirmasi saya coba ternyata tidak nyangkut ya. Nah terus setelah itu saya coba di jalur zonasi. Lagi-lagi tidak ada sama sekali,” katanya dalam wawancara bersama Kompas TV. “Mudah-mudahan anak saya tidak frustrasi karena memang sekarang yang dia pikirkan begini ‘kayaknya aku gak mau daftar lagi deh, ma. kayaknya pasti hilang namanya,” sambungnya.

Ratu Yunita juga mengungkapkan bahwa ada orangtua siswa yang meneleponnya sambil menangis karena anaknya belum pulang seharian. Ia sangat berharap ada kebijakan yang terbaik dari Pak Gubernur, Pak Menteri dan lain-lain terkait PPDB 2020 ini. Meskipun begitu, ia sendiri sudah mengajarkan kepadanya anaknya  bahwa mereka sudah berjuang. Ratu Yunita berharap anaknya bisa mengerti bagaimana kenyataan yang tengah terjadi tersebut.

Sementara itu, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud) pun akhirnya angkat suara terkait kisruhnya PPDB Zonasi DKI Jakarta. “Menunggu pengumuman Disdik DKI terkait solusi yang akan diambil untuk calon siswa yang belum dapat sekolah,” ucap Plt Dirjen PAUD-Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad. Kita tunggu saja yah bagaimana hasil keputusan Kemendikbud terkait kisruh PPDB ini. Kebijakan zonasi seharusnya ditunjang dengan pemerataan kualitas pendidikan dan jumlah kuota sekolah negeri yang mumpuni. Sehingga semua anak mendapatkan pendidikan yang layak dan kompetitif.

Editor: Lisa

Baca Juga : Perhatikan 4 hal ini Sebelum Menyekolahkan Anak

3 COMMENTS

  1. Beberapa tahun ini banyak keputusan2 mendikbud yg ngaco tahun lalu yg zonasi yg rumahnya jauh walau nilainya bagus gk bisa masuk,sekarang bersadarkan umur ….. klo kata emak2 korea Aigooo

Leave a Reply to Kang Gery Cancel reply